Model-model Makroekonomi
Makroekonomi, cabang ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku dan kinerja suatu ekonomi secara keseluruhan, telah menyaksikan munculnya dan perkembangan berbagai model. Model-model ini, yang dibentuk oleh teori-teori ekonomi yang berbeda dan aliran pemikiran yang beragam, bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena ekonomi.
Model Klasik (Sebelum Tahun 1930-an)
Sebelum tahun 1930-an, model Klasik mendominasi teori ekonomi dan menjadi kerangka kerja yang diterima secara universal. Berakar dalam filsafat pasar bebas dan campur tangan pemerintah yang minimal, model Klasik memuji 'tangan tak terlihat' pasar — sifat yang dapat mengatur sendiri dari pasar.
Pilar utama dalam teori ini adalah Hukum Say, yang diperkenalkan oleh ekonom Prancis Jean-Baptiste Say, yang menyatakan bahwa "penawaran menciptakan permintaan sendiri". Dalam istilah yang lebih sederhana, produksi barang dan jasa akan mendorong pendapatan yang cukup untuk mengkonsumsi seluruh hasil produksi, memastikan keseimbangan. Kepercayaan ini pada dasarnya meniadakan kebutuhan campur tangan pemerintah, karena pasar akan memperbaiki dirinya sendiri, dan segala distorsi hanya bersifat sementara.
Namun, Depresi Besar menantang asumsi-asumsi ini, karena ekonomi di seluruh dunia berjuang untuk mencapai keseimbangan kembali, mendorong kebutuhan akan perspektif ekonomi baru.
Model Monetarisme (Tahun 1960-an - 1980-an)
Pada tahun 1960-an hingga 1980-an, muncul aliran pemikiran baru yang dipimpin oleh ekonom Milton Friedman. Monetarisme, seperti yang dikenal, menempatkan penekanan utama pada peran pasokan uang dalam menentukan aktivitas ekonomi dan inflasi. Hal ini merupakan pergeseran dari fokus Keynesian pada pengelolaan permintaan melalui kebijakan fiskal.
Para monetaris berpendapat bahwa variasi dalam pasokan uang memiliki pengaruh signifikan terhadap output nasional dalam jangka pendek dan tingkat harga dalam jangka panjang. Mereka juga mengusulkan bahwa tingkat pengangguran alami ditentukan oleh faktor-faktor struktural seperti ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja, bukan oleh kebijakan moneter atau fiskal. Menurut monetaris, upaya untuk menurunkan pengangguran di bawah tingkat alami ini melalui kebijakan sisi permintaan hanya akan menyebabkan inflasi yang semakin cepat.
Friedman terkenal dengan pernyataannya, "Inflasi adalah fenomena yang selalu dan di mana-mana terkait dengan uang," yang menempatkan tanggung jawab pengendalian inflasi sepenuhnya pada bank sentral. Era ini melahirkan konsep "aturan kebijakan" seperti Aturan Taylor, untuk menetapkan tingkat suku bunga berdasarkan inflasi dan pertumbuhan PDB. Namun, meskipun monetarisme menawarkan wawasan baru dalam pengelolaan ekonomi, juga mendapat kritik dan penerus.
Sinthesis Neo-Klasik (Tahun 1940-an - 1970-an)
Sinthesis Neo-Klasik muncul antara tahun 1940-an dan 1970-an sebagai upaya untuk menyatukan ide-ide yang bertentangan antara model Klasik dan Keynesian. Tujuannya adalah untuk membangun model yang dapat menjelaskan fenomena ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Model ini mengakui argumen Keynesian bahwa dalam jangka pendek, terutama selama resesi, permintaan agregat mempengaruhi output ekonomi. Model ini menerima premis bahwa campur tangan pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter dapat menstabilkan ekonomi dalam jangka pendek.
Namun, dalam jangka panjang, Sinthesis Neo-Klasik mengusulkan bahwa ekonomi akan kembali ke model klasik. Ia berpendapat bahwa seiring waktu, ekonomi akan memperbaiki diri menuju penuhnya lapangan kerja. Pengangguran, menurut pandangan ini, disebabkan oleh pekerja yang secara sukarela memilih untuk tidak bekerja dengan upah yang berlaku. Inflasi dipandang sebagai fenomena yang terutama disebabkan oleh faktor moneter, dan ekonomi dianggap stabil secara inheren dalam ketiadaan guncangan eksternal yang besar.
Meskipun Sinthesis Neo-Klasik berhasil dalam mempersatukan pandangan ekonomi yang berbeda, ia tidak sepenuhnya menjelaskan pergolakan ekonomi pada tahun 1970-an, yang ditandai oleh terjadinya inflasi tinggi dan pengangguran tinggi secara simultan — fenomena yang tidak sesuai dengan teori klasik.
Monetarisme (Tahun 1960-an - 1980-an)
Selama tahun 1960-an hingga 1980-an, muncul aliran pemikiran baru yang dipimpin oleh ekonom Milton Friedman. Monetarisme, seperti yang dikenal, menempatkan penekanan utama pada peran pasokan uang dalam menentukan aktivitas ekonomi dan inflasi. Hal ini merupakan pergeseran dari fokus Keynesian pada pengelolaan permintaan melalui kebijakan fiskal.
Para monetaris berpendapat bahwa variasi dalam pasokan uang memiliki pengaruh signifikan terhadap output nasional dalam jangka pendek dan tingkat harga dalam jangka panjang. Mereka juga mengusulkan bahwa tingkat pengangguran alami ditentukan oleh faktor-faktor struktural seperti ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja, bukan oleh kebijakan moneter atau fiskal. Menurut monetaris, upaya untuk menurunkan pengangguran di bawah tingkat alami ini melalui kebijakan demand-side hanya akan menyebabkan inflasi yang semakin cepat.
Friedman terkenal dengan pernyataannya, "Inflasi adalah fenomena yang selalu dan di mana-mana terkait dengan uang," yang menempatkan tanggung jawab pengendalian inflasi sepenuhnya pada bank sentral. Era ini melahirkan konsep "aturan kebijakan" seperti Aturan Taylor, untuk menetapkan tingkat suku bunga berdasarkan inflasi dan pertumbuhan PDB. Namun, meskipun monetarisme menawarkan wawasan baru dalam pengelolaan ekonomi, juga mendapat kritik dan penerus.
Ekspektasi Rasional dan Ekonomi Klasik Baru (Tahun 1970-an - 1980-an)
Hipotesis Ekspektasi Rasional dan Ekonomi Klasik Baru muncul pada tahun 1970-an dan 1980-an, menantang teori Keynesian dan Monetaris. Aliran pemikiran ini berpendapat bahwa individu dan perusahaan membuat keputusan mereka berdasarkan penilaian rasional terhadap situasi ekonomi, termasuk antisipasi terhadap perubahan kebijakan oleh pemerintah.
Dalam paradigma ini, dikemukakan bahwa perubahan kebijakan, terutama yang dapat diprediksi, seringkali sudah diantisipasi oleh publik, dan efeknya kemudian dinetralisir. Contohnya adalah antisipasi peningkatan pasokan uang yang mengarah pada harapan inflasi yang meningkat, yang kemudian mendorong kenaikan upah dan harga, sehingga menghilangkan potensi peningkatan output atau lapangan kerja.
Ekonom Klasik Baru berpendapat bahwa perubahan dalam pasokan uang hanya memiliki dampak jangka pendek pada ekonomi, dan dalam jangka panjang, kebijakan moneter tidak berpengaruh pada variabel riil seperti output atau lapangan kerja. Mereka juga menekankan peran kebijakan sisi penawaran, dengan fokus pada peningkatan kapasitas produktif dasar ekonomi.
Meskipun memberikan wawasan baru tentang cara kerja ekonomi, model-model ini mendapat kritik karena sangat mengandalkan ide 'informasi yang sempurna' dan rasionalitas dari semua agen ekonomi, asumsi yang mungkin tidak berlaku dalam situasi dunia nyata.
Teori Siklus Bisnis Riil (1980-an - 1990-an)
Teori Siklus Bisnis Riil muncul antara tahun 1980-an dan 1990-an, menambah dimensi baru dalam pemikiran makroekonomi. Teori ini mengusulkan bahwa perubahan siklus dalam ekonomi bukanlah disebabkan oleh perubahan dalam pasokan uang atau permintaan, tetapi lebih karena perubahan dalam teknologi dan produktivitas.
Dalam perspektif ini, penurunan ekonomi adalah respons terhadap guncangan teknologi yang merugikan, yang membuat modal dan tenaga kerja menjadi kurang produktif. Alih-alih menganjurkan kebijakan sisi permintaan untuk merangsang ekonomi, pendukung Teori Siklus Bisnis Riil percaya bahwa ekonomi akan menyesuaikan diri terhadap guncangan tersebut.
Menurut teori ini, tingkat pengangguran meningkat selama resesi bukan karena kegagalan permintaan, tetapi karena pekerja memilih waktu luang daripada bekerja dengan upah yang berlaku. Para kritikus berpendapat bahwa teori ini gagal menjelaskan kedalaman dan ketahanan penurunan ekonomi, dan sebagian besar digantikan oleh teori Keynesian Baru. Namun, teori ini telah memengaruhi cara para ekonom memahami peran teknologi dan produktivitas dalam fluktuasi ekonomi.
Ekonomi Keynesian Baru (Tahun 1990-an - Sekarang)
Ketika keterbatasan Teori Siklus Bisnis Riil dan ekonomi Klasik Baru semakin terlihat, banyak ekonom memulai kembali pendekatan Keynesian, yang mengarah pada pengembangan Ekonomi Keynesian Baru pada tahun 1990-an. Aliran pemikiran ini mengadopsi gagasan bahwa tidak semua pekerja dan produsen bersifat sempurna rasional atau memiliki akses informasi yang sempurna. Mereka juga mengakui bahwa harga dan upah "melekat" atau tidak beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan dalam penawaran dan permintaan.
Ketidakberubahannya ini dapat menciptakan kegagalan pasar dan menyebabkan ekonomi beroperasi di bawah output potensialnya, yang mengakibatkan pengangguran yang tidak disengaja. Dalam situasi seperti ini, intervensi pemerintah dapat efektif. Ini bisa berupa kebijakan moneter, seperti perubahan tingkat suku bunga untuk mempengaruhi biaya pinjaman dan, oleh karena itu, investasi dan konsumsi, atau kebijakan fiskal, seperti perubahan pengeluaran pemerintah dan tingkat perpajakan untuk secara langsung mempengaruhi permintaan agregat.
Ekonomi Keynesian Baru juga mengadopsi konsep "ekspektasi rasional" dari ekonomi Klasik Baru, tetapi berpendapat bahwa karena faktor-faktor seperti biaya pengubahan harga dan penyebaran informasi yang lambat, ekonomi kadang-kadang lamban dalam mencapai keseimbangan yang diprediksi oleh model klasik.
Sementara pendekatan Keynesian Baru memberikan dasar teoritis yang kuat bagi kebijakan stabilisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan bank sentral kontemporer, ia juga menyadari bahwa kebijakan ini tidak dapat sepenuhnya mengendalikan ekonomi, karena adanya berbagai gesekan dan sifat yang tidak dapat diprediksi dari guncangan ekonomi. Perspektif yang nuansa ini telah membuat Ekonomi Keynesian Baru menjadi aliran pemikiran yang dominan dalam makroekonomi modern. Namun, ini tidak menandai akhir dari evolusi model-model makroekonomi, karena para ekonom terus menyempurnakan model dan alat mereka untuk lebih memahami dan mengatasi dinamika kompleks dari ekonomi global.
Dynamic Stochastic General Equilibrium (Tahun 2000-an - Sekarang)
Mulai dari tahun 2000-an, Model Dynamic Stochastic General Equilibrium (DSGE) mulai mendapatkan perhatian sebagai alat penting dalam ramalan makroekonomi dan analisis kebijakan. Model DSGE merupakan hasil dari beberapa dekade perkembangan pemikiran ekonomi, menggabungkan elemen teori klasik dan Keynesian dengan kemajuan dalam metode ekonometrika dan komputasi.
Keunggulan utama dari model DSGE adalah kemampuannya untuk menyatukan analisis mikroekonomi dan makroekonomi. Model ini memodelkan ekonomi sebagai sistem yang berasal dari interaksi sejumlah besar agen individual — rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah — masing-masing membuat keputusan optimal berdasarkan tujuan dan batasan mereka.
Dalam model DSGE, keberadaan ketidakpastian memainkan peran penting. Fluktuasi ekonomi dipandang sebagai respons terhadap "guncangan" (shocks), yaitu peristiwa acak yang dapat memengaruhi preferensi dan batasan agen ekonomi atau aturan yang mengatur interaksi mereka.
Meskipun model DSGE memberikan alat yang kuat untuk menganalisis kebijakan ekonomi dan sumber-sumber siklus bisnis, mereka juga mendapat kritik. Beberapa berpendapat bahwa model DSGE terlalu menyederhanakan kompleksitas perilaku ekonomi, dan ketergantungan mereka pada konsep keseimbangan tidak realistis.
Model Berbasis Agen (Agent-Based Models/ABMs) (Tahun 2010-an - Sekarang)
Pada tahun 2010-an, muncul jenis model ekonomi baru yang dikenal sebagai Model Berbasis Agen (ABMs). Model ABMs adalah model komputasional yang mensimulasikan tindakan dan interaksi agen-agen otonom untuk mengevaluasi dampaknya pada sistem secara keseluruhan.
Model Berbasis Agen merupakan perubahan signifikan dari model ekonomi tradisional. Model ini tidak berasumsi bahwa agen-agen adalah rasional secara sempurna atau bahwa pasar selalu mencapai keseimbangan. Sebaliknya, model ini memperbolehkan tingkat heterogenitas yang tinggi di antara agen-agen, lebih mirip dengan kondisi dunia nyata.
Selain itu, ABMs sangat cocok untuk memodelkan dinamika kompleks dan non-linear, serta untuk menyelidiki bagaimana perilaku dan interaksi tingkat mikro menghasilkan fenomena makroekonomi yang muncul. Hal ini membuatnya menjadi alat yang kuat untuk mengeksplorasi berbagai isu ekonomi, mulai dari asal-usul krisis keuangan hingga dampak kebijakan ekonomi.
Saat kita memasuki abad ke-21, baik model DSGE maupun model Berbasis Agen tetap menjadi fokus utama penelitian ekonomi. Pilihan antara kedua pendekatan pemodelan ini sering tergantung pada pertanyaan spesifik yang diteliti, data yang tersedia, dan preferensi para peneliti. Seiring teori ekonomi dan kemampuan komputasi terus berkembang, kemungkinan kita akan melihat kemajuan lebih lanjut dalam model-model ini dan mungkin pengembangan kerangka pemodelan yang benar-benar baru.